Bukannya Pahala, Malah Dosa yang Didapat sang Pemberi Hutang, Kok Bisa? Simak Ulasan Berikut

5 Januari 2022, 08:15 WIB
Bukannya Pahala, malah Dosa yang di dapat sang Pemberi Hutang, Kok Bisa? Simak Ulasan Berikut. /Pixabay.com/artbaggage.

PORTAL NGANJUK Hutang – piutang bukan lagi hal aneh di masyarakat zaman ini.

Banyak masalah yangtimbul akibat hutang yang tidaka terbayarkan.

Masalah orang yang ditagih lebih galak daripada yang menagih.

Lantas bagaimanakah permasalahan hutang dilihat dari pandangan agama islam?

Berdosa kah yang berhutang enggan untuk mengembalikan hutangnya?

Apakah yang memberi hutang juga bisa berdosa?

Simak penjelasannya berikut ini.

Baca Juga: Hindari, Jangan Layani Satu Permintaan Suami Ini Walaupun Tak Dilarang Agama Kata Buya Yahya

Pada zaman dulu, Rasulullah juga pernah berhutang dengan seorang yahudi.

Namun beliau memberikan jaminan berupa baju zirah besinya.

Ada beberapa hal yang ingin ditunjukkan oleh Rasulullah disini, yaitu:

1. Beliau adalah manusia biasa yang juga kerap mengalami kekurangan dalam hidupnya.  
 
Beliau juga ingin menunjukkan pada umatnya, pada dasarnya orang yang mau menghutangi seseorang karena benar-benar membutuhkan, adalah hal yang sangat mulia, karena meringankan beban saudaranya.
 
2. Beliau berhutang bukan karena hobi, dan bukan berulangkali melakukannya jika tidak karena terpaksa.
 
3. Berhutang itu akan mengikuti seseorang sampai ia membayar, walau sudah berkalang tanah walaupun seorang mujahid sekalipun
 
4. Di akheratpun, utang akan dipertanyakan, sekaligus mengurangi pahalanya, sampai ada keluarga yang bersedia membayarnya.
 
Rasulullah pun tidak mau menshalati orang yang punya hutang, sampai ada yang membayarkannya.

Berhutang bukanlah hal yang sepele, karena berdosa jika tidak bersungguh-sungguh dalam mengembalikannya.

Orang yang berhutang karena alasan kebutuhan atau darurat hukumnya diperbolehkan.

Sedangkan orang yang berlapang hati memberikan hutang akan mendapatkan pahala atas kebaikan hati tersbut.

Untuk itu, hutang piutang harusnya dilakukan dengan amanah, ditambah dengan barang jaminan sebagai tanda kesungguhan untuk dapat mengembalikan hutang tersebut.

Hal itu bisa ditambah dengan saksi dan juga kepastian akan kapan dikembalikannya hutang tersebut.

Untuk yang berhutang, jika ia telah mampu membayarkan hutangnya, diharuskan untuk mempercepatnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Batal Hapus BBM Jenis Premium di Tahun 2022, Ini Tujuanya

Karena jika berusaha menunda-nunda hutang meski telah mampu membayarkannya merupakan suatu kezaliman yang harus dibayarkan di akhirat kelak.

Rasulullah bersabda:

“Memperlambat pembayaran hutang untuk orang yang mampu membayarnya adalah kezaliman.” (HR Al-Bukhaari no. 2288 dan Muslim no. 4002/1564).

Jadi ada beberapa hal yang harus dapat dipastikan dalam persoalan hutang-piutang,

Yang pertama adalah, jika berhutang wajib membayarnya jika telah jatuh tenggat waktu ataupun telah mampu untuk melunasi hutangnya.

Yang kedua, Allah akan memberikan ampunan bagi pihak yang memberi hutang atas kelapangan hatinya tersebut.

Yang ketiga, pemberi hutang wajib menagih hutangnya, namun jika terdapat kelapangan hati untuk memberikan kelonggaran bagi penghutang, maka akan dihadiahi pahala baginya.

Keempat, jika pemberi hutang tidak ingin menagih karena menginginkan balasan diakhirat maka si penghutang juga berdosa karena niatannya tersebut. Wallahualam bissawab.***

Editor: Christian Rangga Bagaskara

Tags

Terkini

Terpopuler