Pengamat Ini Sebut Banyak Peraturan Polri yang Dilanggar atas Kasus Tewasnya Brigadir J

- 29 Juli 2022, 14:02 WIB
Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J Ajudan Irjen Ferdy Sambo, Profil dan Biodata Lengkap: Agama, Umur, Karir, Pendidikan, Keluarga
Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J Ajudan Irjen Ferdy Sambo, Profil dan Biodata Lengkap: Agama, Umur, Karir, Pendidikan, Keluarga /Facebook /Arfandi Dayak/

PORTAL NGANJUK – Insiden penembakan yang menewaskan Brigadir J alias Yosua Hutabarat di rumah Kadiv Propam Polri nonaktif, Irjen Ferdy Sambo beberapa waktu lalu masih meninggalkan banyak tanda tanya di benak masyarakat.

Selain benyaknya kejanggalan yang diungkap oleh keluarga Brigadir J, masyarakat juga mempertanyakan mengenai belum adanya tersangka dalam kasus Brigadir J pasca tiga pekan kasus ini bergulir.

Kasus ini pun mendapat sorotan dari Salah satu tokoh yang merupakan tokoh Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), bernama Bambang Rukminto.

Baca Juga: Raut Wajah di Pantulan Berbeda dengan Ekspresi Aslinya, Penampakan Berwujud Lesti Kejora Bikin Merinding

Menurut pengamatan Bambang, sejak awal sudah banyak Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J.

Peraturan Kapolri yang dilanggar dalam kasus Brigadir J di antaranya, yaitu terkait dengan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Pelaksanaan prarekonstruksi, dan penggunaan senjata api oleh personel Polri yang bertugas mengawal perwira tinggi.

"Itu beberapa Peraturan Kapolri yang dilanggar," kata Bambang, dikutip ANTARA News pada Jumat, 29 Juli 2022.

Menurut Bambang, pengambilan CCTV dan olah TKP yang dilakukan penyidik di rumah Ferdy Sambo telah melanggaran Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

Selanjutnya, Bambang juga menyinggung mengenai penundaan pengumuman tewasnya Brigadir J kepada publik.

Baca Juga: Cek Fakta: Brigadir J Ternyata Dibunuh Untuk Bayar Hutang Bharada E ke Istri Ferdy Sambo, Motif Terungkap?

Bambang menilai bahwa Polri juga telah mengalihkan isu dari kasus penembakan menjadi kasus pelecehan seksual.

Selain itu, kata Bambang, Polri tidak menghadirkan terduga pelaku penembakan Brigadir J kala itu, yakni Bharada E.

Melihat banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam kasus Brigadir J, Bambang menilai bahwa hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan publik terhadap institusi Polri.

walaupun Bambang mengapresiasi langkah Kapolri  Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menurutnya agak terlambat karena menunggu desakan public.

Ia juga berharap kedepannya agar semua pihak yang terlibat dalam menutupi kasus Brigadir J juga dinonaktifkan.

"Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri meski agak terlambat dan menunggu desakan publik," tuturnya.

Baca Juga: Beberkan Hubungan Terbarunya Dengan Putri Delina, Nathalie Holscher: Dia Itu Gak Pernah…

"Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik," jelas Bambang menambahkan.

Lebih lanjut, Bambang juga mengungkap pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Kapolri lainnya.

Di antaranya yaitu pelaksanaan prarekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan rumah Irjen Ferdy Sambo pada Sabtu, 23 Juli 2022.

Ia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/2000, diatur bahwa metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.

Pelaksanaan rekonstruksi juga diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.

Yang secara lengkap menyatakan bahwa dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi.

Baca Juga: Cek Fakta: Polisi Lakukan Penahanan Terhadap Bharada E Usai Ditetapkan Sebagai Tersangka Penembakan Brigadir J

Sementara, dalam prarekonstruksi yang dilakukan Polda Metro Jaya, saksi dan tersangkanya masih dipertanyakan.

"Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada istilah prarekonstruksi," tegasnya.

Mengenai senjata api yang digunakan oleh Bharada E alias Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumihu sebagai ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bambang mengatakan hal itu tidak sesuai dengan peraturan dasar kepolisian.

Bambang menerangkan, tamtama yang bertugas melakukan penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api laras panjang, ditambah dengan sungkur.

Menurut Bambang, pemberian rekomendasi penggunaan senjata api harus disesuaikan dengan peran dan fungsi tugas masing-masing personel Kepolisian.

Karena itu, ia mempertanyakan tugas dan fungsi Bharada E. Apakah sebagai petugas penjaga rumah dinas, sopir, atau ajudan.

Menurutnya, petugas penjaga rumah dinas memang dibekali senjata api laras panjang dan sangkur.

Namun, jika personel tersebut bertugas sebagai sopir, maka urgensi penggunaan senjata api otomatis berjenis Glock-17 wajib untuk dipertanyakan.

"Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan perwira tinggi, sekarang diubah cukup minimal level tamtama,

Dan apakah ajudan perlu membawa senjata api otomatis seperti Glock dan sebagainya?" ujar Bambang.

Bambang mengimbau agar Polri memberikan petunjuk pelaksanaan terkait senjata api tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan.

"Sementara ini saya juga belum menemukan detail aturan terkait penggunaan masing-masing senjata api dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2022,

Jenis apa, untuk siapa, dan bagaimana aturan pengawasannya," tuturnya.***

Editor: Muhafi Ali Fakhri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah