Ketua Komnas HAM Menilai Kasus Brigadir J Bukan Pelanggaran HAM Berat Serupa Tewasnya Laskar FPI Di Km 50

- 27 Agustus 2022, 15:25 WIB
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik beri keterangan. (Foto: PMJ/Dok Komnas HAM).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik beri keterangan. (Foto: PMJ/Dok Komnas HAM). /

PORTAL NGANJUK - Komnas HAM menilai bahwa pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat yang didalangi oleh Irjen Ferdy Sambo bukanlah sebagai pelanggaran HAM yang  berat. Sehingga semestinya Kasus tersebut hanya bisa dibawa ke pengadilan pidana.

Pernyataan itu diutarakan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik seperti yang di lansir oleh PORTAL NGANJUK Jumat, 26 Agustus 2022.

"Ini kan bukan pelanggaran HAM yang berat (gross violations of human rights) atau disebut sebagai state crimes. Jadi, meskipun tetap merupakan pelanggaran HAM, mestinya dibawa ke pengadilan pidana," kata Ahmad Taufan Damanik.

Baca Juga: Kenapa Irjen Ferdy Sambo Tetap Berseragam Saat Muncul ke Publik, Ada Kaitan dengan Presiden Jokowi?

Walau demikian pihaknya memastikan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J ada pelanggaran HAM. Kasus pembunuhan Brigadir J termasuk pembunuhan oleh aparat di luar hukum.

"Iya (pelanggaran HAM biasa), tapi bisa serius nggak? (Pasal) 340 bahkan bisa dihukum mati, dulu unlawful killing itu bisa gitu, unlawful killing kejahatan pidana berat sebetulnya, tapi tidak masuk state crime. Walaupun ini aparatur negara, ini beberapa orang yang melanggar aturan saja," kata Ahmad Taufan.

Ketua Komnas HAM itu kemudian menyamakan kasus terbunuhnya Brigadir J dengan kasus pembunuhan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek. Dimana Keduanya merupakan bukan pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Setelah Istri Ferdy Sambo Tegaskan Brigadir J Melepasi Pakaiannya, Sosok Aslinya Terungkap, Pernah Meminta...

"Ini sama juga, mengapa dulu kasus Km 50 tidak kami simpulkan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat. Karena tidak ditemukan unsur state crime di dalamnya. Karena itu, kami sebut unlawful killing," ujarnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, dengan begitu hanya pelanggaran HAM berat yang bisa dibawa ke pengadilan HAM ad hoc.

Menurut Ahmad Taufan kasus pelanggaran HAM berat salah satu contohnya yakni kasus Paniai, kasus Aceh dan Papua.

"Pelanggaran HAM berat itu bagian dari state crime kejahatan negara, jadi artinya institusi negara itu merancang, membuat kebijakan, satu operasi tertentu, kayak di Aceh, daerah operasi militer, itu kan satu operasi yang kemudian putuskan oleh negara," kata Ahmad Taufan.

"Kemudian dalam operasi itu terjadilah praktik-praktik pelanggaran hak asasi, misalnya apa? Penyiksaan, pemerkosaan, pengusiran, pembakaran rumah, dan lain-lain, itu terjadi di berbagai tempat sekian tahun. Jadi ada pattern, ada pola, serangan kepada masyarakat sipil, itu yang dinamakan pelanggaran HAM berat," lanjutnya.

Seperti yang diketahui, dalam sidang etik Ferdy Sambo yang digelar pada 25 Agustus 2022 dihadiri oleh sejumlah saksi termasuk para tersangka yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yang ikut menghadiri dengan cara daring.

Sedangkan 2 tersangka lain yaitu Bripka Riki (RR), dan Kuat Maruf (KM) turut hadir dalam sidang etik Ferdy Sambo.

Selain ketiga tersangka diatas juga dihadiri oleh saksi lainnya yakni, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, Brigjen Benny Ali, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Rahman, Kombes Susanto, AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, Brigjen Hari Nugroho, Kombes Murbani Budi Pitono, AKBP Ridwan Soplanit dan AKP Rifaizal Samual.

Hasil putusan dari sidang komisi kode etik Polri (KKEP) yakni Ferdy Sambo dijatuhi dengan sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) dari anggota Polri.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka terkait pembunuhan Brigadir J yang terjadi pada 8 Juli 2022 lalu.

Lima orang tersangka yakni Ferdy Sambo serta Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka Riki (RR), serta Kuat Ma'ruf (KM).

Adapun peristiwa tersebut terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Kelima orang tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 juncto 56 KUHP. Mereka terancam hukuman mati.***

Editor: Yusuf Rafii


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah