Beda Penetapan NU dan Muhammadiyah, Berikut Perbedaan Metode Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Awal Ramadhan

1 April 2022, 21:02 WIB
Beda Penetapan NU dan Muhammadiyah, Berikut Perbedaan Metode Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Awal Ramadhan /Darma Legi/Galamedia/

PORTAL NGANJUK – Pemerintah melalui Kementeria Agama (Kemenag) RI malam ini telah mengumumkan awal bulan Ramadhan 1443 H.

Diumumkan bulan Ramadhan 1443 H akan jatuh pada hari Minggu, 3 April 2022, yang didasarkan atas hasil sidang Isbat pada hari ini Jum’at, 1 April 2022 M atau 29 Sya’ban 1443 H.

Penetapan oleh Kemenag RI ini sedikit berbeda dari penetapan awal Ramadhan oleh PP Muhammadiyah.

Seperti telah diketahui, PP Muhammadiyah melalui Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal dan Zulhijah 1443 Hijriyah telah menetapkan bahwa bulan Ramadhan 1443 Hijriyah akan jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022.

Baca Juga: Sah! Hasil Sidang Isbat 1 Ramadhan 2022, Awal Puasa Jatuh Hari Minggu 3 April 2022, Begini Penjelasan Kemenag!

Sementara hasil Rukyatul Hilal dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang tercantum dalam SE PBNU Nomor 250/C.I.34/03/2022 dan Sidang Isbat Kementerian Agama, menetapkan awal Ramadhan pada hari Minggu, 3 April 2022.

Perbedaan ini memang bukan suatu hal yang baru terjadi di Indonesia, namun dengan adanya hal ini tentu membuat banyak masyarakat bertanya-tanya sebenarnya apa yang menyebabkan perbedaan ini terjadi.

Dikutip PORTAL NGANJUK dari ANTARA, adanya perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan ini karena adanya perbedaan metode dan kriteria dalam melihat hilal dan menentukan awal bulan.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, yang menilai bahwa pada pada hari Jum’at, 1 April 2022, telah ijtimak jelang Ramadhan 1443 H pada pukul 13.27 WIB.

Berdasarkan metode dan kriteria yang digunakan oleh PP Muhammadiyah, tinggi bulan pada saat matahari terbenam berada pada posisi (f = -07o 48¢ LS dan l = 110o 21¢ BT) = +02o 18¢ 122, dimana sudah bisa dinyatakan hilal sudah wujud.

Baca Juga: Jadwal Puasa Nahdlatul Ulama NU dan Muhammadiyah Berbeda? Simak Live Hasil Sidang Isbat 1 Ramadhan 2022

Selain itu, berdasarkan pengamatan di seluruh wilayah Indonesia, nampak bahwa pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.

Oleh sebab itu, Muhammadiyah menentapkan 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022.

Sementara Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode dan kriteria yang berbeda, yaitu menggunakan tukyatul hilal, dimana menilai posisi hilal pada hari Jum’at, 1 April 2022 berada pada posisi sedikit di atas kriteria imkanur rukyah.

Imkanur rukyah sendiri adalah kondisi dimana kemungkinan hilal bisa terlihat.

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode dan kriteria yang digunakan, NU menetapkan awal bulan Ramadhan jatuh pada hari Minggu, 3 April 2022.

Lalu apa sebenarnya metode hisab dan rukyat yang digunakan oleh Muhammadiyah dan NU tersebut?

Metode hisab wujudul hilal adalah suatu metode yang dilakukan dengan menghitung posisi bulan secara astronomis.

Dalam metode ini, bulan Qomariyah baru dimulai apabila saat hari ke-29 berjalan, yaitu pada saat matahari terbenam memenuhi tiga syarat.

Adapaun ketiga syarat tersebut yaitu telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam piringan atas bulan masih di atas ufuk.

Metode hisab ini menjadikan keberadaan bulan di atas ufuk saat matahari terbenam sebagai kriteria mulainya bulan baru, dimana hal ini merupakan abstraksi dari perintah-perintah rukyat, dan menggenapkan bulan menjadi tiga puluh hari apabila hilal tidak nampak.

Metode ini sebenarnya sama dengan imkan rukyat, dimana sama-sama bagian dari hisab hakiki.

Perbedaannya adalah, dalam wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab menggunakan imkan rukyat.

Dalam wujudul hilal, selama posisi bulan sudah berada di atas ufuk ketika matahari terbenam, berapapun tingginya (walau 0,1 derajat sekalipun), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Sementara metode rukyatul hilal, yaitu suatu aktivitas mengamati visibilitas hilal ketika terbenamnya matahari pada tanggal 29 bulan Qomariyah.

Metode rukyatul hilal ini hanya dilakukan pada saat telah terjadi konjungsi bulan-matahari, dan pada saat matahari terbenam, posisi hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi yang dapat dilihat.

Apabila pada tanggal pengamatan hilal belum terlihat, entah karena faktor cuaca maupun memang hilal belum nampak, maka bulan Qomariyah digenapkan menjadi 30 hari.

Metode inilah yang biasanya digunakan untuk menentukan hari-hari besar umat Islam, seperti awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

Rukyatul hilal ini tidak bisa digunakan untuk meramal maupun menentukan hari atau tanggal pada jangka waktu yang jauh ke depan, pasalnya tanggal baru pada metode ini hanya bisa diketahui pada h-1 atau hari ke-29 bulan Qomariyah.

Di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadikan kedua metode tersebut sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi.

Hal itu karena baik metode hisab maupun rukyat adalah dua metode yang saling mengonfirmasi dalam menentukan awal bulan hijriyah.***

Editor: Yusuf Rafii

Sumber: Muhammadiyah.or.id PBNU ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler