Dukungan Jokowi 3 Periode Masih Berlanjut, Pelantikan KPU dan Bawaslu Dinilai Tak Hambat Isu Penundaan Pemilu

13 April 2022, 11:25 WIB
Dukungan Jokowi 3 Periode Masih Berlanjut, Pelantikan KPU dan Bawaslu Dinilai Tak Hambat Isu Penundaan Pemilu /Instagram

PORTAL NGANJUK – Beberapa waktu lalu KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) telah resmi dilantik oleh pemerintah.

Setelah melakukan pelantikan, tahapan pemilihan umum akan dimulai pada bulan Juni 2022 mendatang.

Meskipun begitu, masih ada pihak-pihak yang ingin memperpanjang kekuasaan Presiden Joko Widodo dan akan selalu mencari cara agar keinginannya bisa terwujud.

Secara politik, usaha-usaha untuk melanggengkan kekuasaan hingga tiga periode masih terus berusaha dilakukan.

Usaha tersebut mulai dari tingkat kepala desa bahkan hingga pembantu-pembantu presiden.

Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan cara menunda pemilu 2024.

Bahkan upaya melanggengkan kekuasaan bisa saja dengan cara mendorong amendemen UUD 1945 yang telah sah berlaku saat ini.

”Memang secara normatif tidak ada celah untuk melakukan penundaan pemilu, terutama pilpres dan pemilihan umum.

Karena dari segi waktu sudah diatur secara eksplisit di dalam Pasal 6A jo 7 UUD 1945 untuk pemilihan Presiden.

Baca Juga: Aturan Baru Pemerintah, Mulai April 2022 Jual Beli Mobil dan Motor Bekas Kini Dikenai Pajak

Sedangkan untuk Pemilihan DPR tidak dibunyikan (Pasal 19 Ayat [1]) kapan pemilihannya,” Ujar pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Giri Ahmad Taufik seperti dikutip dari Pikiran-Rakyat.com pada 13 April 2022.

Namun, secara politik, usaha untuk melakukan penundaan pemilu sepertinya tidak akan berakhir begitu saja.

Giri menyebutkan bahwa hal itu terjadi karena adanya indikasi kuat Jokowi menginginkan perpanjangan masa jabatan menjadi 3 periode.

Baik melalui penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga kali.

”Dan ini bisa dilakukan dengan melakukan amendemen UUD 45,” ujarnya.

Giri pun juga memaparkan bahwa pelantikan KPU dan Bawaslu bukan merupakan indikasi redamnya isu penundaan Pemilu.

Kewenangan penetapan tanggal pemilihan memang ada di tangan KPU (Pasal 17 Ayat [2] UU Pemilu 2017).

Namun KPU memiliki kebergantungan dana dari APBN yang merupakan domain dari pihak pemerintah.

”Ingat salah satu alasan penundaan pemilu adalah pemerintah tidak punya uang.

Ini bisa jadi isu untuk mengotak-atik tanggal pemilu walau secara normatif penundaan pemilu terutama presiden bertentangan dengan Konstitusi,” ujarnya.

Baca Juga: Manuver Brilian Jokowi Terbongkar, Usai Demo Mahasiswa 11 April 2022 Presiden Diduga Siapkan Siasat Baru

Menurut Giri, faktor yang harus diwaspadai sekarang adalah bagaimana mencegah rencana penundaan pemilu hingga memaksa masa jabatan presiden tiga periode terwujud.

Faktor yang paling berpengaruh adalah terletak pada tekanan masyarakat atau publik yang terus melawan isu tersebut.

”Karena sekali publik lengah, terdapat kemungkinan ini menjadi dapat diwujudkan baik melalui perubahan UUD 1945 atau keputusan-keputusan politik lainnya.

Selain itu Hal yang harus diwaspadai juga soal amendemen UUD 45 adalah jangan sampai isu ini berkembang, harus ditolak dengan alasan apa pun.

Karena, ini berpotensi menjadi pintu masuk bagi Jokowi untuk meneruskan kekuasaannya,” ucap Giri.

Publik pun dapat terus mengawal pelaksanaan pemilu sesuai konstitusi, yakni dengan cara memberi tekanan terhadap pemerintah dan para panitia penyelenggara pemilu.

Giri mengatakan bahwa unjuk rasa dan diskusi publik yang diperbanyak untuk mengkritik gagasan penundaan pemilu dapat mencegah munculnya agenda amendemen UUD 1945.

Pengawalan pemilu demokratis pun perlu di dukung peran pers dan masyarakat secara menyeluruh.

Yakni dengan cara terus menyuarakan penolakan penundaan pemilu atau wacana presiden 3 periode.

”Tapi kalau melihat peta politik saat ini, sangat kecil kemungkinan perpanjangan dan amendemen bisa terjadi.

Karena PDIP menolak, meski masih ada kekuatan politik seperti PKB, PAN, Golkar, di DPD yang juga bisa digalang, termasuk Nasdem oleh presiden untuk mensukseskan agenda politiknya,” ujarnya.

Baca Juga: Jauh Lebih Parah dari Dosis Pertama? Kenali 5 Efek Samping Vaksin Booster Covid-19

Setelah pelantikan dilakukan, kata Giri, perangkat pemilu mulai bekerja tetapi ada satu celah lain yang harus diwaspadai yakni anggaran.

”Curiga nanti akan ada polemik soal persetujuan anggaran di DPR.

Nah, ini jadi celah masuk lagi wacana penundaan pemilu. Publik harus bersuara kencang pada level itu,” katanya.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing.

Emrus Sihombing menilai bahwa pelantikan anggota KPU dan Bawaslu akan membuat wacana perpanjangan jabatan Jokowi menjadi lebih sulit terwujud.

Dari awal, wacana tersebut tak sesuai konstitusi, Pelantikan anggota KPU dan Bawaslu akan semakin menegaskan perihal konstitusi itu.

Selain itu, faktor penghambat lainnya adalah tahapan pemilu juga sudah mulai berjalan.

Tahapannya juga berlangsung setelah sebelumnya telah diawali dengan kesepakatan rapat keputuan nasional.

Apalagi Jokowi, kata Emrus, telah memberi penegasan mengenai penolakan perpanjangan jabatan presiden dan penundaan pemilu.

”Presiden sudah menegaskan secara konkret, tanpa ditafsirkan macam-macam. Jadi, saya pikir sudah sangat jelas bahwa tidak ada lagi spekulasi tentang penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan tiga periode,” ujarnya.

Adapun pelantikan anggota KPU dan Bawaslu, keduanya merupakan lembaga negara, dan telah ada tugas-tugas anggota baru yang harus dilakukan berkaitan dengan jadwal-jadwal pemilu.

”Pelantikan anggota KPU dan Bawaslu memperjelas bahwa tidak ada lagi celah untuk penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden,” katanya.

Meskipun begitu, Emrus tidak menampis kemungkinan bahwa jika bisa saja masih ada pihak-pihak tertentu yang tetap mewacanakan jabatan presiden dalam bentuk dan model yang lain.

Artikel ini sudah pernah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul “Suara Dukungan Presiden 3 Periode Masih Bergema”.***

Editor: Muhafi Ali Fakhri

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler