Label Halal Indonesia Dinilai Terlalu Jawa Sentris, Begini Penjelasan Kemenag

- 15 Maret 2022, 17:19 WIB
Label Halal Indonesia Dinilai Terlalu Jawa Sentris, Begini Penjelasan Kemenag
Label Halal Indonesia Dinilai Terlalu Jawa Sentris, Begini Penjelasan Kemenag /MUI./Kemenag/MUi./Kemenag

PORTAL NGANJUK – Belakangan ini banyak menjadi perbincangan dan polemik terkait berubahkan Sertifikat Halal MUI kepada Label Halal Indonesia dibawah naungan Kemenag.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menyebutkan bahwa pemilihan bentuk logo berupa gunungan dan batik lurik dalam label Halal Indonesia bukanlah sematamata berarti Jawa Sentris.

"Pemilihan label halal yang menggunakan media gunungan wayang dan batik lurik itu tidak benar kalau dikatakan Jawa Sentris," ujar Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada Badan PJPH Kemenag, Mastuki di Jakarta pada Senin 14 Maret 2022.

 Baca Juga: Link Nonton dan Sinopsis Film KKN di Desa Penari 2022, Kualitas Full HD 1080p Jernih

Mastuki mengungkapkan bahwa ada tiga penjelasan terkait hal tersebut.

Pertama, baik wayang maupun batik adalah merupakan warisan Indonesia yang telah diakui oleh dunia.

Bahkan wayang dan batik juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya non bendawi (intangible heritage of humanity).

"Wayang ditetapkan pada tahun 2003 silam, sedang batik ditetapkan enam tahun kemudian, yaitu pada 2009," ujarnya.

"Karenanya, baik batik maupun wayang, keduanya adalah representasi budaya Indonesia yang bersumber dari tradisi, persilangan budaya, dan hasil peradaban yang berkembang di wilayah nusantara," sambung Mastuki.

Alasan kedua, lanjut Mastuki, penetapan label halal Indonesia dilakukan melalui serangkaian riset yang cukup lama dan mendalam, serta melibatkan beberapa ahli.

Baca Juga: Terkait Pembangunan IKN di Kalimantan, Jokowi Janji Tak akan Merusak Alam

BPJPH tidak bisa menetapkan label halal secara sepihak berdasarkan hanya pada satu pertimbangan, tapi banyak sekali pertimbangan yang telah dilakukan.

Menurutnya, pertimbangan besar yang telah dilakukan adalah bagaimana label yang akan menjadi brand untuk produk yang beredar di Indonesia maupun luar negeri.

Tah yhanya itu,  bersertifikat halal itu juga memiliki makna, diferensiasi, konsistensi, dan distingsi (keberbedaan).

"Distingsi ini bukan asal berbeda, tapi keberbedaan yang menjadi ciri khas dari Indonesia, sekaligus menghubungkan antara keindonesiaan dan keislaman," jelasnya.

"Keduanya sudah menyatu dalam peradaban kita beratus tahun, sehingga penggunaan elemen bentuk, elemen warna dari budaya yang berkembang di Indonesia sangat sah dan dapat dipertangungjawabkan," lanjutnya.

 Baca Juga: Dokter Sunardi Tewas Terkena Peluru, Komnas HAM Berencana Panggil Densus 88

Kombinasi dari berbagai elemen bentuk, corak, dan warna itulah yang menjadi dasar desain label halal.

Ditambah lagi dengan studi elemen visual bentuk logo/label yang digunakan Badan/Lembaga Sertifikasi Halal yang dipakai seluruh dunia.

"Ada 12 opsi/alternatif desain label halal yang disodorkan ke BPJPH dengan berbagai bentuk yang sangat kaya merepresentasikan kekayaan budaya Islam dan Indonesia," ujarnya.

 

Terakhir, ia mengungkapkan bahwa gunungan wayang tidak hanya digunakan di daerah Jawa.

Di dalam beberapa budaya dan tradisi masyarakat yang lekat dengan wayang juga menggunakan gunungan, misalnya, wayang Bali dan wayang Sasak.

"Wayang Golek yang berkembang di Sunda juga menggunakan gunungan," pungkasnya.

Itulah ulasan mengenai alas an Kemenag memakai Label Halal Indonesia yang dinilai terlalu Jawa sentris.***

Editor: Christian Rangga Bagaskara

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x