Raden Ayu Lasminingrat dididik oleh orang belanda di Garut, Jawa Tengah yang berhaluan liberal disana, pikirannya bebas, bacaan amat luas pengetahuan dan wawasan kebangsaannya telah melahirkan sikap yang berbeda dengan ayahnya.
Kemudian Raden Ayu Lasminingrat ayahnya menikahkan Lasminingrat dengan calon Bupati Garut, Jawa Barat bernama Raden Djenon untuk menjadi istri kedua.
Baca Juga: THR PNS Pemerintah Daerah Cair H-10 2023, Sri Mulyani Beberkan Ketentuannya Jika Belum Cair
Perjuangan Raden Ayu Lasminingrat
Kembali pada sejarah tahun 1860 saat Raden Ayu Lasminingrat bersekolah, banyak pemerintahan kolonial Belanda yang sangat fanatik terhadap kesetaraan khususnya perempuan, karena dapat menjadikan kemunculkan gelombang dan gerakan feminisme yang tengah bergejolak di Eropa pada zaman kolonial tersebut.
Adapun pada gerakan emansipasi wanita dari Raden Ayu Lasminingrat sendiri dengan cara bergerak diri sendiri, misalnya mengajarkan baca, tulis, serta berbahasa Belanda dan juga Sunda, itulah merupakan gerakan dari Beliau.
Setelah lulus, pada tahun 1879 Raden Ayu Lasminingrat mendidik anak-anak melalui buku bacaan berbahasa Sunda, pendidikan moral, agama, ilmu alam, psikologi serta psikologi dan tak lupa dengan kultur budaya sunda, Jawa Barat.
Kisah Asmara Raden Ayu Lasminingrat
Pada waktu Raden Ayu Lasminingrat di Sumedang sudah fasih berbicara bahasa Belanda dan mendapatkan jodoh dari kaum bangsawan juga, yaitu Raden Tamtoe Somadiningrat merupakan putra dari pangeran Soeria Koesoemah Adinata, Raden Tamtoe Somadiningrat seorang bupati muda di Bandung, Jawa Barat pernikahannya berlangsung pada tahun 1865 dan dianugerahi seorang anak perempuan.
Pernikahannya pun tak berlangsung lama, sebab Raden Tamtoe Somadiningrat meninggal dunia, setelah itu Raden Ayu Lasminingrat pulang kembali ke Limbangan rumahnya untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan ayahnya dan menulis karyanya dan menerjemahkan buku bahasa belanda untuk dibaca anak-anak.