Selain itu juga terdapat pada al-Baqarah ayat 187, Allah berfirman:
…..وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ ….
“…..Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya…..”
Dari Ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat penyandaran i'tikaf ke masjid yang khusus digunakan untuk melakukan ibadah dan perintah tidak bercampur dengan istri/suami.
Baca Juga: 5 Tips Persiapan Lebaran Yang Mengasyikkan, Awas Jangan Terliwatkan!
Terdapat dalil lain, yaitu hadits, yang diriwayatkan dari Ummu al-Mukminin, ‘Aisyah RA, beliau mengatakan: “Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beritikaf sepeninggalan beliau.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hukum Melakukan Itikaf
Dari hukum asal-usul i'tikaf, merupakan ibadah yang hukumnya sunnah (mustahab) dilakukan. Hukum tersebut merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
“Sungguh saya beri'tikaf di sepuluh hari awal ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailatul-qadr), kemudian saya beri'tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri'tikaf hendaklah dia beritikaf (untuk mencari malam tersebut). maka para sahabat pun beritikaf bersama beliau.” (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut, para sahabat, telah diberikan pilihan oleh Nabi Muhammad SAW jika ingin melakukan itikaf.