PORTAL NGANJUK - Setelah hampir satu bulan dinyatakan tewas di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo, kasus Brigadir J alias Brigadir Yosua masih meninggalkan jejak misteri di benak publik.
Kejanggalan dalam kasus ini pun tak hanya menimbulkan spekulasi dari masyarakat, namun juga tanda tanya bagi pihak keluarga Brigadir J.
Akibatnya, tante Brigadir J, Roslin Simanjuntak menuntut agar istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi membuktikan.
Yakni soal dugaan pelecehan seksual dan ancaman berupa penodongan senjata yang dituduhkan kepada keponakannya, Brigadir J.
Tante Brigadir J juga menambahkan agar istri Ferdy Sambo tersebut berbicara secara langsung dan transparan.
Selain itu, dia juga menegaskan agar rekaman CCTV di rumah Ferdy Sambo dan sekitarnya segera dibuka.
Hal ini untuk membuktikan apakah Brigadir J benar melakukan pelecehan seksual atau tidak.
Roslin juga menyayangkan sikap istri Ferdy Sambo yang sampai hari ini tak kunjung menunjukkan dirinya ke publik.
Ia menduga ada hal yang disembunyikan oleh keluarga Ferdy Sambo terkait kematian Brigadir J.
Menanggapi pernyataan tante Brigadir J tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun meminta agar kedua pihak sama-sama dapat dilindungi.
"Kalau kita lihat dari dua sisi, penting dua-duanya dilindungi. Kalo misalnya dia korban sungguh-sungguh, tentu harus dihormati sebagai bagian dari perlindungan hak asasi manusia," tutur Refly Harun.
"Akan tetapi, kepentingan keluarga Brigadir J penting untuk kita hormati, kita lindungi karena mereka butuh kepastian apakah betul ada pelecehan itu," ujar Refly Harun menambahkan, dikutip PORTAL NGANJUK dari kanal YouTube Refly Harun pada Sabtu, 6 Agustus 2022.
Refly Harun mengatakan, bahwa Putri Candrawathi merupakan satu-satunya saksi kunci terkait kasus dugaan pelecehan seksual dan pengancaman yang dituduhkan terhadap Brigadir J.
Refly Harun ikut menjelaskan, di dalam hukum apabila tak ada bukti lain, maka hal tersebut tidak dapat digunakan.
"Jadi hanya dia yang dapat mengatakan ada pelecehan atau tidak. Tidak ada saksi mata yang lain," ungkapnya.
Menurut Refly Harun, tantangan yang diberikan tante Brigadir J kepada sosok Putri Candrawathi bukanlah hal yang mudah dipenuhi.
Pasalnya, rekaman kamera pengawas atau CCTV di dalam rumah Ferdy Sambo tidak ada.
Sementara itu, satu-satunya saksi dalam kasus ini hanyalah Putri Candrawathi.
"Kalau misalnya orang mendengarkan teriakan, apakah teriakan itu karena pelecehan, atau jangan-jangan konteksnya berbeda lagi," ucap Refly Harun.
"Misalnya ada yang liar mengatakan, jelas dia menjerit karena dirinya menyaksikan tembak menembak atau eksekusi. We don't know exactly kejadian yang sesungguhnya karena sampai sekarang Putri Candrawathi belum juga memberikan keterangannya. Padahal sebentar lagi sudah sampai satu bulan," ungkap Refly Harun.
Mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi tersebut juga mengaku menghormati hak Putri Candrawathi untuk pulih secara psikologis.
Meski demikian, Refly menegaskan agar istri Ferdy Sambo tersebut tidak menunda proses terlalu lama.
"Kita menghormati apa yang menjadi hak dia untuk relief dari beban psikologis, tapi kan tak boleh menunda proses terlalu lama mengingat dia saksi kunci," ucap Refly Harun.
"Karena kalau misalnya ditoleransi terus-menerus, kapan dia akan memberikan keterangan yang sangat signifikan untuk diketahui semua pihak, termasuk dari masyarakat?" lanjutnya.
Refly Harun memaparkan lagi, Putri Candrawathi kemungkinan dapat menjadi saksi, korban, bahkan tersangka.
Apabila klaim pembunuhan berencana yang dituduhkan keluarga Brigadir J memang benar adanya.
Maka kata Refly Harun perlu dipertanyakan siapa sosok pelaku yang merencanakan dan pihak yang memiliki kepentingan paling besar di balik kasus ini.
Pasalnya, menurut mantan Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) itu, Bharada E yang kini telah ditetapkan sebagai seorang tersangka, tidak memiliki kepentingan atas pembunuhan Brigadir J.
"Maka dengan mudah, orang akan melihat satu skenario, hubungan manusia yang kadang-kadang tidak terhindarkan."
"Hubungan rumah tangga, ada pihak ketiga, lalu pihak yang satunya barangkali mencari tempat curhat, yang lainnya cemburu, dan lain sebagainya," katanya.
Ia juga menilai, soal-soal seperti ini adalah persoalan yang sangat domestik.
Namun, domestifikasi itu menjadi persoalan yang serius karena berkaitan dengan tewasnya seseorang, yakni tepatnya penghilangan hak untuk hidup.
Di dalam konstitusi, hak ini tak bisa dikurangi dalam kondisi maupun keadaan apapun.
"Tetap saja kita hanya menunggu bagaimana penampilan Putri Candrawathi di publik untuk menyampaikan keterangan yang sebenar-benarnya," tutup Refly Harun menegaskan.
Polri akhirnya juga sudah menetapkan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai tersangka pada Rabu, 3 Agustus 2022.
Bharada E telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tewasnya Brigadir J dengan sangkaan pasal 338 juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP.
Dari dua pasal itu, Bharada E pun terancam dengan hukuman maksimal 15 tahun kurungan penjara.
Menilik dari kejadian aksi baku tembak yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo, dikatakan bahwa Brigadir J masuk ke dalam kamar pribadi Putri Candrawathi.
Saat Brigadir J hendak melakukan pelecehan, Putri langsung berteriak dan Bharada E mendengarnya, lantas tamtama Polri itu menanyakan tentang apa yang terjadi.
Sontak saja Brigadir J dikatakan langsung melepaskan tembakan namun meleset, hingga akhirnya Bharada E membalas tembakan itu.
Brigadir J terkena tembakan pistol Glock yang dipakai Bharada E.
Menurut laporan Polri, total ada tujuh tembakan di tubuh Brigadir J yang membuatnya tewas.
Putri Chandrawathi sampai saat ini pun belum juga menampakan diri ke publik.
Dikabarkan, kondisi istri Jenderal tersebut masih belum stabil sehingga belum dapat dimintai keterangan.
Akan tetapi, belum ada konfirmasi dari pihak Polri mengenai kabar pengakuan Istri Ferdy Sambo serta pengungkapannya soal kronologi kasus kematian Brigadir J yang sesungguhnya hingga artikel ini ditulis.***