Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini!

- 18 Mei 2022, 11:19 WIB
Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini!
Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini! /Simpleman

ketika Sri sedang mempersiapkan perbekalan yg akan ia bawa, Sri melihat Dini berdiri di luar pintu kamar, tempat ia beristirahat sebentar sebelum perjalanan berikutnya, entah apa yg dilakukan Dini, membuat Sri akhirnya mendekatinya, mempertanyakan apakah ada yg ingin ia sampaikanwajah Dini'pun tidak tertebak sama sekali, namun, setelah dirasa ia cukup menahan diri, Dini berujar dengan suara gemetar.

"satu dari kita yg akan tetap bertahan hidup sampai semua ini selesai, saya minta maaf, saya akan melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup"

ucapan Dini, membuat Sri kebingungan, apa yg ia ucapkan, darimana ia dengar, setelah Sri mempertanyakan itu, Dini menunjuk telinga cacatia berujar dengan nada yg lebih percaya diri.

"sebelum telingaku putus, Dela membisikkan sesuatu kepadaku, satu dari kita yg akan selamat untuk berbagi sari bunga dari sisa Santet ini" sebuah mobil hitam yg Sri kenal barusaja masuk ke kediaman Atomojo, Sugik melangkah keluar, Sri dan Dini pun melangkah masuk, setelah berpamitan dengan mbah Krasa, Sugik pun mengantar Sri dan Dini, menuju tempat dimana Dela sekarang berada.

"aku ikut berduka ya Sri, mbak Din" kata Sugik, ia tidak henti-hentinya memandang Sri dan Dini, yg sejak pertama mereka masuk, tidak ada interaksi diantara mereka, seakan memilih untuk diam bersama, hal itu, membuat canggung. benar dugaan Sri sebelumnya, jalan yg mereka tempuh bukan jalan menuju alas itu, melainkan jalan menuju ke luar kota, menuju sebuah desa, karena ketika mobil masuk ke sebuah gapura, suasana sepi dari kehidupan Desa ketika malam, langsung menyambut mereka.

banyak rumah yg masih menggunakan gedek (bambu anyam) di samping kiri kanan, setiap jengkal rumah, saling berjauhan, dari dalam mobil, Sri hanya bisa mengamati, bahwa tempat ini, tidak berbeda jauh dari nuansa ketika mereka tinggal di hutan, masalahnya, Sri belum melihat satu-manusia pun disini, seakan ini adalah sebuah Desa mati.

mobil masuk ke sebuah gang, dengan pemandangan yg sama, batu kerikil keras di sepanjang jalan, menambah kesan bahwa Desa ini pasti desa pinggiran, jauh dari mana-mana, dan ketika mobil berhenti, saat itulah, Sri melihatnya mbah Tamin tengah berdiri di sebuah rumah, menyerupai gaya bangunan pondok dengan atap melebar, rumah dengan kayu jati menjadi corak bahan utama, sekana memberitahu Sri ini adalah tempat yg ia janjikan.

mbah Tamin berdiri, di teras rumah, disampingnya, ada Dela.hal yg membuat Sri dan Dini tidak bisa berhenti melihat hal itu, mereka seakan ngeri dengan pemandangan itu, Dela berdiri persis disamping mbah Tamin, senyumanya, menjadi pembuka dari sambutan yg tidak pernah Sri bayangkan.Sugik melangkah keluar, membuka pintu mobil, Sri dan Dini, ikut keluar, meski dengan langkah ragu, mereka mendekati mbah Tamin dan Dela, yg sejak tadi, menatap kedatangan mereka.

"Mbak Sri ya" kata Dela, suaranya layaknya seperti gadis muda lainya,"Maturnuwun purun nerima kerjaan niki ngih mbak" (terimakasih sudah mau menerima pekerjaan ini)

Sri hanya menyambut tangan Dela, ia masih bisa melihat luka borok, dan perut buncitnya, tidak ada yg berubah dari penampilan fisiknya yg membuat siapapun tidak akan sanggup melihatnyasetelah melihat Sri dengan tatapan sumringahnya, Dela beralih pada Dini, ia melakukan hal yg sama, Sri hanya bingung, ia tidak pernah melihat ini sebelumnya, apa yg membuat Dela yang ini, sangat berbeda dengan Dela yg selama ini, Sri lihat.

mbah Tamin, hanya mengamati saja.setelah berbasa-basi, mbah Tamin mempersilahkan Sri dan Dini masuk, didalam, Sri langsung bisa merasakan bahwa rumah ini, jauh berbeda dari rumah gubuk itu, rumah disini, berkali2 lipat lebih besar, tentu dengan nuansa jawanya yg kental, meski begitu, Sri merasa ngeri memasukinyasetiap ruangan di rumah, besarnya bukan maen, banyak lukisan dengan corak kental adat budaya jawa yg bisa Sri saksikan langsung, namun, dari semua itu, ada satu lukisan yg menarik perhatian Sri, sebuah lukisan yg familiar.

Sri menatap lekat-lekat foto itu.seorang wanita tengah berpose dengan sanggul, mengenakan kebaya, menatap lurus, ia tengah memegang jabang bayik.

yg membuat Sri tidak bisa mengalihkan perhatianya adalah, jabang bayik di lukisan itu, memiliki 2 kepala. "Sri kamarmu ada di belakang, sini, aku antar" kata mbah Tamin

Sri baru menyadari, Dini tidak ada di belakangnya, entah kemana, ia mengikuti mbah Tamin, menelusuri setapak demi setapak dan melihat banyak ruangan tanpa pintu. Kamar Sri hanya ruangan kecil, dengan beberapa perabot tua, ia tidak lagi sekamar dengan Dini, hanya ada jendela yg di tutup oleh Gorden, disana, mbah Tamin mengatakanya.

"kalau sudah jam 12, pintu kamarmu jangan di buka, jangan sampai kamu membukanya, ingat pesanku ini" tegas mbah Tamin, lalu ia pergi.Sri membuka gorden di jendelanya, ia bisa merasakan, bahwa keberadaanya disini, tidak ada bedanya dengan keberadaanya di alas itu, entah kenapa, tempat ini sama saja, seperti memintanya menguak apa yg ada disini.

sebelum, ia melihat Dela, barusaja melewati kamarnya, menatapnyalalu menghilang, dengan senyuman yg memancing keingintahuan.Sri sudah mengunci pintu kamar dan jendelanya, kini, ia berbaring di atas kasur tua, yg setiap ia bergerak mengeluarkan suara tidak mengenakan.

hanya dengan menatap cahaya lilin di meja, Sri merasa ia aman, selebihnya, ia terjaga, tidak bisa tidur dengan pertanyaan dipikiranyawaktu terasa begitu lambat, setiap ketukan detik yg Sri bayangkan terasa mengambang dalam sepi di kamar itu, lalu, terdengar suara lirih, suara yg membuat Sri merasa tidak sendiri lagi, suara itu, terdengar dari luar kamar.

"Mbaaak Sriii, mbaaak, in i aku Dela" mendengar itu, Sri langsung tercekat, entah apa itu, suara itu seakan mengancamnya

"Mbaknya sudah tidur, ini aku Dela mbak, di buka dulu pntunya mbak"

Sri masih diam, ia mencoba menahan diri, suara itu, menganggunya "Mbak Sri, saya tau kamu masih terjaga, dibuka dulu pintunya, nanti, saya kasih tahu rahasia"

kaki Sri, mulai melangkah turun, ia bernjak dari tempatnya, namun, ia masih raguSri belum menjawab, ia masih diam, membiarkanya ditelan sunyi, di obrak-abrik sepi, sampai, keheningan itu menguasai.

senyap. suasana saat itu sangat senyap, namun, perasaan itu, seakan menekan Sri dalam kegilaan dan rasa penasaran yg saling melahap satu sama lain. Sri gila. benar saja, keheningan itu membuat sebagian pikiran Sri tertekan, hingga, Sri merasa, bahwa Dela telah pergi.

Sri mencoba untuk menenangkan diri, ia terduduk dengan kaki yg sudah lemas, namun, tiba-tiba.

"BRAKK!!" pintu kamar Sri, di hantam oleh sesuatu yg sangat keras,setelah gebrakan itu, suara tertawa yg pernah Sri dengar itu muncul.

"anak Bodoh, nyawamu itu sampe mana sih, tak kasih tahu, jumat kliwon, pikirkan itu, PIKIRKAN!!" Sri hanya meringkuk, ia tidak mau menjawab siapapun itu, lalu, "Sri, kalau sudah mau tidur, lilinya, dimatikan dulu ya"

saat itu juga, lilin itu mati dengan sendirinya. kegelapan itu, menenggelamkan Sri dalam tangisan ketakutan tergila "Dela juga datangin kamu semalam" tanya dini, ia tengah sibuk membasuh baju disumur belakang, Sri yg baru tiba, hanya mengangguk, lalu duduk di sampingnya

"kalau malam tiba, Dela kumat kata si mbah. si mbah yg kasih tau kamu."

"iya. emangnya kamu gak dikasih tau"

Sri tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya melihat air mengalir, yg ada di hadapanya. "Jumat kliwon" kata Sri tiba-tiba, Dini mengangguk, rupanya, ia tahusiang itu, si mbah memanggil Sri dan Dini, mereka melihat Dela yg tengah duduk sendirian, ia seperti sibuk dengan dunianya sendiri.

"Dela lahir disini, makanya, saya tidak perlakukan dia seperti saat tinggal di hutan, setiap sudut rumah ini sudah saya pasang payung untuk orang meninggal, jadi, jangan khawatir"

mbah Tamin, menyesap rokok, menghembuskanya perlahan, "masalahnya, sekarang disini"

"besok, kamis legi, saya mau minta tolong, bisa kamu caritahu dimana jimat itu disimpan"

"jimat itu untuk nyantet Dela" 

benar. 

di malam itu, Sri dan Dini, masuk ke kamar si mbah, disana ia bisa melihat banyak tergantung kepala kerbau yg dipasang di tembok, selain itu, kamar mbah Tamin banyak dihiasi kain merah, bau kemenyan tercium sampai menusuk hidung. mbah Tamin, kemudian melangkah masuk.ia menyuruh Dini duduk didepanya, membiarkan Sri berada di samping Dini, "nanti, kamu akan melihat kebun tebu, disana ada orang, cari dan ikuti dia, sampai ia duduk disebuah tempat"

mbah Tamin kemudian meminta Dini meminum air degan hijau, memijat-mijat kepalanya, sambil mengusap asap kemenyan, ia lalu menghantam kepala Dini dengan telapak tangan, "Sri tolong jaga Dini, si mbah, mau keluar dulu"

mbah Tamin pergi, sementara Dini, tersungkur pingsan, di dahinya, ia terus berkeringat, berkali-kali, ia tampak seperti orang yg meracau, mengatakan sesuatu seperti "peteng" (gelap) namun, Sri telaten, membersihkan keringat Dini, ia juga membantu Dini agar bisa tidur dengan posisi yg benar. ia terus menjaga Dini sepanjang malam, si mbah, tidak juga kembali, semakin malam, Dini semakin kacau, ia menjerit, seperti tengah berlari, nafasnya terengah-engah.yg membuat Sri tersentak ketika Dini mengatakan "bapaknya melihat saya, bapaknya sudah melihat, saya dikejar, saya dikejar"

badan Dini, tiba-tiba panas, panas sekali. Sri mulai khawatir, namun ia bingung, harus apa tidak beberapa lama, mbah Tamin kembali, ia hanya menepuk bahu Dini, dan ia langsung bangun, wajahnya tampak kaget, seperti ingin mengatakan sesuatu, namun ia urungkan saat melihat mbah Tamin melotot, seakan menahan bahwa ia tidak boleh mengatakanya disini. mbah Tamin dan Dini keluar, Sri tidak mengerti, kenapa si mbah seakan menghindarinya

setelah menunggu, si mbah memanggil Sri, menyuruhnya agar kembali ke kamar, perjalanan ke kamar Sri, melewati sebuah kamar tanpa pintu, disana, ada Dela melihatnya, ia hanya tersenyum menatap Srihal terakhir yg Sri ingat saat melihat Dela adalah, ia seakan memberitahu, bahwa akhir dari semuanya, adalah rumah ini.

Rumah, yg akan Sri ingat sampai akhir nanti.Sri menutup pintu, menguncinya, ia terlalu lelah malam ini. apa yg ia lihat, ingin ia lupakan dalam tidurnya.

saat Sri memejamkan mata.

seseorang membelai rambutnya. memakasanya untuk melihat sesiapa yg tengah menganggu tidurnya.

"Dela" kata Sri saat melihatnya. "bagaimana bisa"

"aku dari tadi sebenarnya ada di dalam kamarmu loh Sri, tepatnya di bawah ranjangmu, apa orang tua itu masih mencari saya. aku minta tolong, sekarang, nyawamu ada di tangan si mbah, kalau kamu menuruti apa kata saya--kamu akan selamat, dan tak kasih tahu sumber masalahnya, kamu percaya sama saya kan"

"tolong apa" tanya Sri ragu. ia masih ingat bagaimana ia melakukan kesalahan fatal itu.

"bakar payung orang meninggal itu, untuk saya" Dela melangkah pergi, ia memberikan tatapan terakhir kepada Sri, seakan yakin, Sri akan melakukannya

Malam, semakin larut, Sri melihat sebuah mobil datang, Sugik. ucap Sri mengawasi dari jendela, mbah Tamin dan Dini, melangkah masuk ke dalam mobil, mereka pergi dari kediaman ini. Sri hanya membatin, kemana mereka pergi, dan kenapa ia tidak diajak pergi, semua ini tiba-tiba mengingatkannya pada pesan Dela, nyawanya ada di tangan, si mbah

meski ragu, Sri membuka pintu, ia melihat Dela, tersenyum, berdiri didepan kamar, seakan, sudah menungguinya.Sri dan Dela menyusuri rumah, ia pergi ke dapur, mencari korek dan minyak tanah, kemudian, mulai berjalan ditengah kegelapan malam

Bulan sedang tidak menampakkan diri, Sri berdiri, disudut sebuah pagar, disana, ada sebuah payung kecil berwarna hijau, "payung penduso" ucap Sri "bakar semua payung ini, ada 7 payung diatas tanah ini, percaya sama saya"

Sri menyiram payung itu, membakarnya, setiap kobaran api yang menyala-nyala, Dela tertawa melihatnya, ia seperti menari-nari. Sri seperti ikut dalam setiap bisikan Dela ketika ia menunjuk dimana saja, payung itu disembunyikan, dan setiap satu payung terbakar, Dela menari-nari, merentangkan tangan, tertawa begitu senang, sampai, Sri menatap, payung terakhir

payung itu, terletak tepat didepan lukisan itu. Sri berhenti, ia melihat lagi lukisan itu, memperhatikan setiap detail siapa yang dilukis dalam balutan palet warna yg seakan familiar di mata Sri, apa maksud lukisan itu, seakan ia, mengenal siapa yg ada dalam lukisan

sampai, Sri baru memahami sesuatu, namun Dela tiba2 berbisik "kok ragu Sri"

Dela melihat Sri, mengawasinya, dari ujung kaki hingga ujung kepala, tatapannya, membuat Sri merinding, ia masih tersenyum, memaksa Sri melakukannya

"sudah sadar ya, siapa saya"

Sri beringsut mundur, namun, Dela terus mendekatinyaSri langsung berlari, sementara Dela hanya melihatnya begitu saja, ia tidak tahu apa2, tidak sampai ia yakin sekarang, ia mengerti semuanya

kenapa ia bisa sampai ada disini, siapa Sengarturih dan Banarogo yg sebenarnya, dan tempat ini, semua ini adalah?!

Sri tersandung, jatuh. Sri merangkak, lantas, ia kemudian bersembunyi

Dela barusaja datang, suara langkah kakinya, bayanganya ketika melewatinya, seakan membuat Sri hampir kehilangan akalnya, Sri terus diam, Dela tidak akan tahu dimana ia berada

sebelum, "SRI"

Dela menarik rambut Sri, mencengkramnya. Sri melawan sebisanya, namun, ia tidak bisa menghadapi bala kekuatan yg entah darimana datangnya, Dela seperti orang kesurupan, caranya menghantam wajah Sri dengan telapak tanganya, membuat wajah Sri babak belur, bahkan, ia menginjak wajah Sri dengan kakinyaDela terus berteriak meminta Sri menyelesaikan tugasnya, ia harus menyelesaikannya, tidak boleh tidak, disini, Sri menyadari sesuatu, lagi

Sewu dino sudah semakin dekat,

artinya, tidak ada kesempatan lagi untuk membuang-buang waktu,sampai, terdengar suara mobil datang, Dela dan Sri terdiam, manakala, ada seseorang datang mendekat

langkahnya pelan, ia menyusuri ruangan, kemudian, menampakkan dirinya didepan Sri dan Dela. mbah Krasa melihat Sri, tatapannya kecewa, lalu, ia mendelik melihat Dela, yang entah bagaimana, langsung duduk bersimpuh di depan mbah Krasa,

ia, membelai rambut Dela, seakan dia adalah binatang peliharaannya,

"rupannya kamu sudah mengerti ya. antarkan Sri ke kamarnya" kata mbah Krasa, orang yg berdiri dibelakangnya, membawa ikut Sri,

ia hanya bisa melihat, mbah Krasa yg masih menatapnya, Dela, hanya melirik Sri dengan tatapan penuh ancaman, seakan ia, belum selesai dengan semuanya. seseorang mengetuk pintu kamar, lalu membukanya, Sri melihat wanita tua anggun itu, tidak ada segan lagi untuknya, Sri justru merasa kesal setiap melihat tatapan matanya yg terbungkus kaca mata tebal menggerikan itu,

"Sri, tolong, bantu saya"

"Jumat kliwon, bukanlah hari lahir Dela, tetapi hari lahir dari orang yg menyantet cucu anda, apa saya salah mbah"

mbah Krasa mengangguk, ia mengakuinya "anda ingin mengakhiri nyawa dia melalui saya dan Dini"

mbah Krasa mengangguk lagi,

Sri tidak tahu harus bilang apalagi, namun kemudian, sebelum tangisanya meledak, mbah Krasa membisikkan sesuatu,

"tolong" lalu pergi.

pagi itu, mbah Tamin dan Dini sudah kembali,

seseorang memanggil Sri dari dalam kamar, ia melihat mbah Krasa duduk bersama Dela, ditengah meja, Sri melihat kotak itu, lagi

lantas, Dini mulai membukanya, dari dalam, Dini mengeluarkannya, "Pasak jagor"

semua orang menatap Sri. pasak Jagor, boneka yg Sri lihat, nyaris sama persis, jadi, mbah Tamin dan Dini, semalaman mencari benda ini, di badan boneka, ada lilitan rambut kusut yang sama persis seperti Sri lihat, mengingatkannya pada Erna.

"(nanti malam, kita akhiri" Dela mendekati Sri, ia menatap Sri seakan ingin tahu, tatapanya lebih lembut, ia berucap dengan suara lirih

"terimakasih ya kak, saya gak akan pernah lupa jasa kamu"

Sri hanya mengangguk, ia sudah tidak perduli. setelah memotong rambut Sri dan Dini, mbah Tamin, mengikat rambut itu pada boneka, di belakang rumah, ia sudah memutari 3 lubang galian itu, tempat Dela, Sri dan Dini terduduk didalamnya

mbah Tamin, duduk, menyirami boneka itu dengan air, sementara bau kemenyan semakin menyengat. tangan dan kaki mereka diikat dengan ranting muda daun kelor, sehingga ketiga-tiganya, tidak ada yg bisa bergerak, hanya pasrah di dalam setiap lubang yg sudah di gali untuk mereka semuanya,

mbah Tamin, perlahan, mencabut satu persatu rambut itu.terdengar sebuah suara yg tidak asing, sebuah kerbau meraung, Sri yg sudah terjebak dalam lubang, tidak tahu apa yg terjadi, karena setelah suara itu hilang, ia mendengar Dela dan Dini menjerit, lalu, hening..

hening..

sesuatu baru saja membasahi tubuh Sri, baunya amis, darah.

darah kental itu, membuat Sri merasa tidak nyaman, tanpa sadar, ketakutan sudah merasukinya, ia tersenggal, karena di dalam lubang itu, Sri kesulitan untuk bernafas,

tiba-tiba, Dini berteriak lagi, kali ini, ia meronta dari suaranya, seperti ia tengah disiksasuara Dini, lalu, suara Dela, suara mereka saling bersahutan satu sama lain, Sri yg tidak bisa melihat apa yg terjadi, hanya bisa gemetar, menahan ketakutan yg semakin menguasainya, mbah Tamin, sedang membalas perbuatan si pengirim santet,

lalu, Sri merasakan tubuhnya mati rasa. 

Rasanya, seperti terjebak dalam keadaan tidak sadar, seakan Sri tidak lagi bisa merasakan apapun, namun, rupanya, itu hanya awalnya saja, sebelum, rasa sakit seakan merobek-robek daging di tubuhnya

Sri berkelakar, itu adalah rasa sakit terhebat yg pernah ia rasakan.

Halaman:

Editor: Yusuf Rafii


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x