Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini!

- 18 Mei 2022, 11:19 WIB
Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini!
Thread Cerita Horor Sewu Dino atau 1000 Hari oleh SimpleMan Lengkap, Baca Disini! /Simpleman

mbah Tamin terus menekan kepalanya, membuat suara itu semakin menjerit marah, setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu, perlahan, sosok itu mulai tertidur, dan mbah Tamin membuka kain itu, ia melihat Dela memejamkan matanya. "kalian ikut saya" kata mbah Tamin memanggil mereka, sementara Dini, tetap di kamar, hanya dia yg belum mengerti apa yg terjadi disini.

mbah Tamin duduk di teras rumah, kegelapan hutan, benar-benar mencekam kala itu, Sri dan Erna berdiri, menunggu, sebelummbah Tamin menunjuk sesuatu di antara pepohonan, "kalian bisa melihatnya"

"apa ya mbah" kata Sri, bingung.

"kesini"

mbah Tamin, menempelkan jemarinya, menekan mata Sri, sengatan ketika mbah Tamin menekan mata Sri, membuat-pengelihatanya memudar perlahan, setelan mencoba memfokuskan matanya, Sri melihat lagi apa yg di tunjuk mbah Tamin.

bagai petir di siang bolong, Sri melihat, banyak sekali makhluk yg tidak bisa dia gambarkan kengerianya, mungkin ada ratusan, atau ribuan, seakan mengepung rumahbutuh waktu lama, sampai Sri akhirnya tidak sanggup lagi melihatnya, sehingga mbah Tamin menutup kembali pengelihatan itu, mencabut sesuatu dari ubun-ubun Sri,

dengan mata menerawang, ia mengatakan kepada Sri.

"raga yang di buat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka" kata mbah Tamin,

"kamu lupa dengan perintahku, itu sangat berbahaya, bisa membunuh Dela, jangan ulangi ya" Erna yg sedari diam saja,a ikut berbicara. "Mbah tolong kasih tahu, apa yg terjadi sama Dela, kok bisa bisanya, dia mau bunuh saya dan Sri"

mbah Tamin duduk lagi, lalu mengatakan "berarti kamu sudah lihat"

"itu adalah Cayajati, yang ingin membunuh Dela, tapi tidak bisa karena ia butuh Singgarahane, seperti sepasang suami isteri, santet seribu hari, hanya di miliki oleh orang yang siap menanggung dosa, dan siap mati bersama"

Sri dan Erna masih terlihat bingung, ia tidak mengertimbah Tamin menerawang jauh, menatap sisi hutan tergelap yang Sri saksikan dengan mata kepala sendiri, mereka tidak sendirian di hutan ini.

dengan suara berat, mbah Tamin mengatakanya.

"terlalu awal untuk mengerti ini. intinya, ilmu santet seribu hari, adalah pembuka ritual, untuk menghabisi satu garis keluarga sampai habis keseluruhanya" setelah percakapan itu, mbah Tamin melangkah masuk ke dalam kamar, mengunci pintunya, membiarkan semua kejadian itu, meluap, begitu saja.

dengan pertanyaan besar, yg masih menggantung di atas pikiran Sri dan Erna?! pagi itu, sekitar pondok, kabut tebal menutupi seluk beluk hutan, membuat pandangan mata terbatas, sejak fajar menyingsing, Sri dan Dini sudah ada di sumur, mencuci pakaian untuk keseharian mereka, sedangkan Erna, tengah membasuh Dela didalam kamar. sampai, terdengar langkah kaki Sri yg pertama mendengarnya.

ia berdiri untuk melihat, dari jauh, sosok hitam muncul dari balik kabut. perawakanya familiar.

denah pondok rumah, memang sederhana, dari teras maupun kamar mandi, bisa melihat keseluruhan area sekitar, sehingga, sosok mendekat itu, terlihat jelassemakin dekat sosok itu, Sri semakin yakin, dan benar saja, ia mematung sesaat, sebelum Dini ikut berdiri dan melihat apa yg membuat Sri tampak tercekat dalam ekspresi wajahnya, manakala, ia melihat, mbah Tamin mendekat ke arah mereka dengan wajah yg letih.ketika, mbah Tamin berdiri di depan Sri, ia seraya bertanya, apakah petuah beliau sudah di jalankan.

Sri hanya diam, bibirnya gemetar, Dini lah yg berinisiatif mengambil situasi, ia berucap lirih.

"mbah, bukanya semalam, anda pulang" mbah Tamin yg mendengar itu, tiba-tiba mengejang, otot wajahnya mengeras, lantas memandang Sri dengan ekspresi tidak percaya, ada kemarahan dalam tatapanya.

"bukanya, kamu sudah tak kasih tau, jangan BUKA PINTUNYA" terjadi ketegangan dalam situasi itu, sampai, tiba2, mbah Tamin mencengkram leher Sri, Dini yg melihat itu, panik.

"SIAPA YG KAMU IJINKAN MASUK, DIMANA SEKARANG DIA BERADA"

Dini, mencoba menahan tangan mbah Tamin, Sri hanya membuang muka, ia sudah gemetar ketakutan.

"di kamar anda mbah, dia masuk kesitu" ucap Dini, mbah Tamin sempat melirik Dini dengan wajah marah, sebelum, bergegas masuk ke rumah, setengah berlari seakan ingin melihatnya. Sri dan Dini ikut mengejar, bahkan, mereka sempat melihat Erna yg terdiam mematung, seakan kaget melihat mbah Tamin muncul dari luar rumah, padahal, ia tahu betul, si mbah belum keluar dari kamarnya sejak semalam masuk kesana

tepat ketika, mereka sampai disana, mereka melihatnya seseorang mengobrak abrik kamar mbah Tamin, semua barang mbah Tamin berantakan, namun, yg membuat semua orang tercengang adalah, di atas ranjang tempat tidur beliau, ada patek (nisan dari kayu) yg tertulis nama "Atmojo"

nama keluarga tempat mereka mengabdikan diri. Krasa Atmojo cukup lama bagi mbah Tamin, memeriksa benda itu, tanpa melihat Sri dan Dini, si mbah berucap "apa yg dia lakukan saat ada disini semalam"

Sri kali ini yg bicara, ia mengatakan semuanya, termasuk Dela, mimik wajahnya berubah, ia diamsebelum, akhirnya berjalan menuju Dela.

mbah Tamin melihat anak gadis itu, masih terlelap dalam tidurnya, ia membelainya layaknya anak gadisnya sendiri, sama seperti sosok yg ia lihat semalam.

siapa sosok itu sebenarnya. Sri terlihat berpikir, seakan mencari tahu jawaban itu.setelah hari itu, mbah Tamin mengatakan, ia akan lebih sering keluar rumah, pesanya sama seperti dulu, jangan bukakan pintu manakala hari sudah petang.

Sri, Erna dan Dini, mengangguk, pertanda mengerti, namun, perlahan, semua mulai memikirkan itu, kemana si mbah sebenarnya.Sri, Erna dan Dini masih melakukan tugas mereka, secara bergantian sama seperti biasanya.

sampai, suatu pagi, si mbah belum juga pulang. ini aneh, Dini dan Erna, ada di sumur, mereka sedang mencuci pakaian mereka, saat itu, Sri baru saja melaksanakan tugasnya, membasuh Dela.tidak ada yg berubah dari gadis itu, sebenarnya, bila saja Dela tidak di jahati seperti ini, dia melihat sosok gadis muda yg cantik jelita, tidak hanya itu, perawakanya memang layak menjadi dambaan bagi pria manapun, namun, nasib seperti mempermainkanya, Sri merasa bersimpati.manakala ia selesai melaksanakan tugasnya, tiba-tiba terpecik pikiran penasaran, selama ini, bila di pikir-pikir ia belum pernah masuk ke kamar mbah Tamin, hanya melihatnya dari luar, kira-kira apa yg orang tua itu simpan di dalam kamarnya.setelah melihat dan memastikan tidak ada orang disana, ia membuka pintu itu, yg memang tidak di kunci. Sri melangkah masuk, melihat kamar mbah Tamin, tidak ada yg istimewa, selain benda yg sama yg ia temui di dalam kamarnya, lalu, mata Sri tertuju pada sebuah almari tua.ia menemukan pakaian mbah Tamin, tidak ada apapun disana, bahkan di antara selipan almari, dari atas hingga bawah. lalu, mata Sri tertuju pada sebuah meja yg sudah usang, disana, ada sebuah laci kecil, dengan jantung berdegap kencang, Sri membukanya, kemudian, melihat isinya.disana, ia menemukan pasak jagor (boneka isi rumput teki) bentuknya sudah sangat berantakan akibat di cabik dan di tusuk, masalahnya, Sri tahu benda apa itu, itu adalah benda yg sering di gunakan untuk media santet, apa yg sebenarnya orang tua itu lakukan.tidak hanya itu saja, ada beberapa benda lain, sebuah cincin akik dengan batu merah, dan terakhir, sebuah foto yg usang, dibelakangnya tertulis "keluarga Atmojo" ketika Sri memperhatikan foto itu, ia memekik ngeri, ada mbah Krasa dan seluruh keluarganya yg pernah ia lihat.kaget, takut, dan merinding, itu yg Sri rasakan, cepat-cepat ia mengembalikan semuanya, menutup laci itu lagi, kemudian melangkah keluar, saat Sri membuka pintu, ia tersentak, melihat Erna dan Dini menatapnya kaget.

"ngapain kamu"

Sri terdiam, ia berusaha tetap diam "semalam, si mbah nyuruh saya bersiin kamarnya"

meski curiga, Erna dan Dini menerima alasan Sri, ia melewatinya begitu saja, namun, perasaan Sri pagi itu, sudah porak poranda dengan pemikiran-pemikiran gilanya.sejak hari itu, setiap kali berpapasan dengan si mbah, Sri seperti terguncang, ia tidak bisa menutupi ketakutanya, namun, dari cara melihat si mbah, tampaknya beliau tau sesuatu dan itu, membuat Sri tidak tenang.

ia seringkali merasa, mbah Tamin memperhatikan gerak geriknya.tapi malam itu, Sugik, sopir yg mengantar mereka datang, ia berbicara empat mata dengan mbah Tamin, seakan ada sesuatu yg mendesak, wajah mbah Tamin tampak mengeras, Sri begitu penasaran, namun kali ini, ia menahan diri

sampai akhirnya, pembicaraan itu selesai, si mbah mendekat "saya akan pergi sama Sugik ke kediaman Krasa, tolong jaga tempat ini, ingat ucapanku. lusa mungkin saya baru pulang"

Sri mengangguk, lalu memanggil yg lainya, mereka semua menatap satu sama lain, ada keraguan di mata mereka bila mengingat kejadian sebelumnya, namun, tidak ada yg memprotes ucapan si mbah, karena takut, beliau akan marah lagi seperti sebelumnya.Malam itu, ketika mbah Tamin sudah pergi, Sri merasa ia harus memeriksa kamar beliau lagi, ia tahu, masih ada yg harus ia cari tahu, termasuk teka teki apa yg sebenarnya terjadi, mungkinkah keluarga Krasa tidak tahu menahu perbuatan orang tua ini, Sri menunggu waktu yg tepat.Sri menunggu Erna dan Dini terlelap, maka manakala ia sudah yakin, 2 temanya sudah tertidur, Sri melangkah keluar dari ranjangnya, ia melangkah menuju kamar mbah Tamin yg hanya terpisah sekat antara kamar Dela yg memang tanpa pintu itu.

sejenak, Sri menguatkan diri, lalu, masukia membuka pintu, membiarkanya tetap terbuka, sementara ia mulai mencari dimana ia terakhir kali memeriksa benda keramat itu, anehnya, ia tidak menemukanya.

di cari dimanapun, Sri tidak menemukanya, apakah si mbah membawanya, Sri terdiam, berpikir, sampai, sesuatu melintassesuatu seperti baru saja melintas di belakangnya, melewati kamar mbah Tamin, Sri melangkah memastikanya, ia tidak tahu menahu apa itu, tiba-tiba, mata Sri tertuju pada isi dari ranjang mbah Tamin, ia menduga benda itu ada disana, maka, Sri mulai perlahan membukanya.Sri membuka semuanya, namun, ia tidak menemukan benda itu juga disana, manakala Sri masih berusaha mencari, terdengar suara pintu di tutup dari belakang, Sri terhenyak sejenak, sebelum berbalik melihatnya.

Sri terdiam, melihat Dela menatapnya dengan senyuman menyeringai. "masih anak kecil berani sekali cari masalah" kata Dela seraya tetap berdiri menahan pintu, kepalanya menggedek ke kiri dan kanan, seakan menertawakan Sri yg tengah meringkuk, ketakutan.

"kok bisa" kata Sri, ia tak kuasa gemetaran "coba pikirkan nak" kata Dela, "kenapa orang tua itu membuka keranda ini, lalu tidak mengikatku dengan benar, rupanya untuk kamu ya ? manusia itu terkadang lucu ya"

Sri terdiam, ia tiba-tiba berpikir, apa mbah Tamin sengaja membuka keranda itu, sial, harusnya Sri berpikir bahwa kepergian beliau bukankah sesuatu yg aneh, namun untuk apa ia melepaskan makhluk ini. Dela merangkak, ia mendekati Sri yg sudah meringkuk, namun aneh, si Dela hanya melihat wajah Sri sembari tetap tersenyum.

"kamu tidak akan mati nak, caranya membuatku malas mengambil nyawamu. saya kasih sesuatu bila kamu ingin tahu sesuatu, ada apa disini"

Sri masih diam, ia tidak dapat berbicara banyak, ketakutan sudah memenuhi seluruh badanya.

"ada sebuah pohon beringin di timur tempat ini, cari sebuah batu tertata lalu buka isinya"

Dela berdiri, membuka pintu, lalu menutupnya lagi, Sri yg masih terjebak dalam ketakutanya, perlahan berdiri, melihat Dela yg kembali tidur, tidak lupa ia menutup kerandanya, lalu ke kamar pagi itu, seperti biasanya. Dini dan Erna sudah sibuk dengan kegiatanya sendiri, sementara Sri, ia pamit untuk menghabiskan waktu di kamar, Sri mengaku badanya tidak enak, namun yg sebenarnya terjadi, Sri melangkah pergi, menuju tempat yg ia dengar dari sosok yg ia temui semalam.menelusuri jalan dengan kabut masih tebal, kiri kanan pohon tumbuh tinggi dengan semak belukar di setiap sisinya, setiap langkah kaki Sri terdengar gemerasak dedaunan yg berserakan dengan aroma tanah yg masih tercium sengak, Sri terus berjalan ke timur, sampai, melihat pohon itu.dari jauh, pohon itu tumbuh sendiri di antara semak belukar disekitarnya, ada tanah lapang yg terbuka, seakan pohon itu dibiarkan menyendiri, begitu kelam, begitu menenggelamkan, anehnya, Sri justru mendekatinya, seakan hatinya menuntun memanggil namanya.

ia harus melakukanya. meski cahaya matahari sudah terang benderang, namun di bawah pohon ini, seakan cahaya itu tidak bisa menyentuhnya, kehitaman dari rimbunya dedaunan pohon beringin ini, menciutkan nyali sesiapapun yg ada di sekelilingnya.

Sri menelusuri pohon besar itu, sampai ia menemukanya.Sri menemukan sebuah kuburan, dengan batu nisan bertuliskan sebuah nama yg familiar,

"Dela Atmojo"

butuh waktu, untuk memproses informasi itu, namun, Sri mencoba menolak pikiran itu, "Dela sudah meninggal kah" batin Sri terguncang, ia kini tersesat dalam bola pikiranya sendiri entah apa yg Sri pikirkan, ia langsung menggali tanah keras itu dengan jemarinya, manakala tanah itu mulai menyakiti jari jemarinya, Sri mencari bebatuan untuk terus membongkar kuburan itu, ia merasa ada yg salah dengan kuburan ini, termasuk, ukuranya yg tidak terlalu besarbenar saja, apa yg Sri lakukan tidak sia-sia, ia sampai di sebuah kotak kayu yg terbuat dari jati, Sri mengeluarkanya darisana, membongkar penutup kotaknya, disana, ia menemukan sebuah boneka pasak Jagor seperti yg pernah Sri lihat, hanya saja, boneka yg ini, dililit rambut hitamSri memeriksanya, rambut hitam itu panjang, melilit boneka, tepat ketika akan membukanya, tiba-tiba, terdengar suara tertawa cekikikan, yg membuat Sri terdiam sejenak, memperhatikan sekitar, tidak ada siapapun disana. detik itu juga, Sri meninggalkan tempat itu, membawa benda ituia menyembunyikan benda itu di almarinya, lalu melanjutkan tugasnya hari itu.

Erna dan Dini tidak ada yg curiga, karena ia melihat Sri keluar dari kamar, mereka membersihkan sekitaran rumah, menyelesaikan tugas mereka sebelum malam datang.

mbah Tamin belum akan pulang hari ini.Malam sudah datang, Sri ada di dapur, ia barusaja melihat Dini mengambil air, malam ini, tugasnya membasuh Dela di kamar, sedangkan Sri memasak untuk esok hari.

Erna ada di dalam kamar, sendirian, ketika tugas Sri selesai, ia berniat pergi ke kamar, firastnya tiba2 memburuksaat ia menuju ke kamar, Sri berhenti sejenak, melihat Dini yg membilas Dela, ia melihatnya membilas tubuh anak malang itu dengan telaten.

kemudian, ia lanjut ke kamarnya, disana, Sri tercekat, melihat Erna memegang boneka itu, tanganya, tengah melepas rambut hitam itu. saat Erna sudah melepaskan rambut yg melilit boneka, tiba-tiba terdengar suara Dini berteriak yg spontan mengejutkan Sri dan Erna, mereka segera melihat apa yg terjadi.

belum sampai ke kamar Dela, tiba2 sesosok merangkak keluar, menatap Sri dengan senyuman menyeringai, Dela. pekik Sri dan Erna berbarengan.

sosok Dela melihat mereka sejenak, sebelum memuntahkan sesuatu di depan Sri dan Erna.

"telinga yg terpotong" kata Sri tidak percaya, ia melihat Dini menangis di kamar, memegang salah satu daun telinganya. sosok Dela kemudian pergi, keluar sebelum Dela pergi keluar rumah, Sri sepintas melihat di salah satu kaki Dela, masih ada satu ikatan tali hitam, apa yg membuat Dela bisa lepas dari ikatan itu.

Dini masih menangis, sementara Erna cuma bisa diam tidak mengerti, kini, mereka menatap hutan gelap itu dari sana, mereka harus bertanggung jawab, mencari Dela di tengah hutan ini, atau orang tua itu akan membunuh mereka bertiga saat ia kembali esok hari.Sri melangkah masuk ke dalam kamar, dimana, ia melihat Dini masih menangis, menutupi salah satu daun telinganya, ia hanya terduduk

"Din" tanya Sri, yg hanya di jawab tangisan penuh ketakutan, Sri mendekat, melihat lebih jelas, apa yg terjadi. disana, ia melihatnya, telinganya-telinga Dini, benar-benar tampak robek dengan darah segar masih mengalir, Dini kehilangan satu daun telinganya.

ketegangan semakin membuncah, manakala Dini tiba-tiba berujar sebuah kalimat, yg Sri yakini sebuah pesan "sisa waktu seribu hari anak ini hanya tinggal menunggu bara api padam/ kiasan hitungan jawa : waktu"

Sri bangkit dari tempatnya, lantas, melihat Erna yg masih tampak shock, "ayo kita cari anak itu, mumpung belum jauh" Erna yg mendengar itu lantas langsung sadar dengan lamunanya, "apa, cari anak itu, malam petang seperti ini, gila ya kamu"

Sri yg mendengar itu, mendekati Erna, "kamu itu masih belum paham posisi kita ya, gimana kalau orang itu tahu"

sebelum Erna menjawab pertanyaan itu, ia membanting boneka itu, kemudian bertanya dengan nada keras

"LALU INI PUNYA SIAPA, SIAPA YG PUNYA?! INI PUNYAMU KAN"

Sri terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Erna, ia tidak tahu menahu, dan bilang memang karena benda itu semua ini terjadi, artinya, memang dia lah penyebab semua ini.

dengan setengah pasrah Sri berucap. "tolong jaga Dini, biar aku yg cari anak itu"

Sri mengambil satu lampu petromax yg tergantung dipawon (dapur) lantas ikut keluar, menembus kegelapan hutan yg sudah memanggil sedari tadi. baru saja keluar, Sri bisa merasakan hembusan angin dingin yg langsung menusuk tulang, berbekal lampu petromax di tangan, Sri berlari entah kemana, mengikuti jalan setapak, berharap, ia masih bisa mengejar Dela yg bisa dimana saja, ia, tidak tahu, seluk beluk hutan ini. sejauh mata memandang, hanya bayangan pohon, dan kabut tebal, yg Sri seringkali temui, sisanya, hanya suara gemeresak kakinya menembus semak belukar yg terkadang menggores kulitnya.

selain itu, hembusan nafas Sri lebih berat, karena ketakutan sudah menemaninya semenjak keluar sudah tidak terhitung, berapa banyak ia melintasi pohon besar, mata Sri awas melihat sekeliling, sementara tangan dan kakinya meraba apapun yg bisa ia pegang hanya agar ia tidak terjerembab pada tanah yg tidak rata, namun, Sri masih belum menemukan tanda keberadaan Dela. 

bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami, mencari Dela di tengah kegelapan hutan seperti ini, berjalan dari satu tempat ke tempat lain rasanya mustahil, mustahil ia bisa menyisir keseluruhan hutan, sampai, Sri merasa ia tahu dimana keberadaan gadis itu, semoga itu benar Sri bisa melihat tempat itu bahkan dari jauh.

bayangan hitam besar, rimbun itu, seakan tidak kehilangan kengerianya sedikitpun, meski kaki Sri letih, menempuh jarak sejauh itu, ia mendekati pohon beringin itu, tempat dimana ia menemukan boneka itu. terdengar suara langkah kaki Sri yg menembus semak, kini, ia berdiri tepat di bawah pohon itu, melihat Dela yg seperti sudah menunggunya, ia hanya duduk, menggoyangkan kakinya, seakan tahu, Sri akan menemukanya. gerak tubuh Dela, membuat Sri tidak nyaman, terkadang, ia menggedek kepalanya, seakan tulang lehernya tidak dapat menyangga isi kepalanya.

"orang tua itu, rupanya tidak bodoh ya" kata Dela, "percuma saja, ternyata, aku tetap tidak dapat keluar dari hutan ini"

Sri hanya diam, ia, juga bingung harus melakukan apa.

"sudah dekat waktunya, sebentar lagi" kalimat terakhir Dela seperti memberi isyarat tentang sesuatu.

"masih belum ngerti. rambut yg di lepas temanmu kamu pikir apa"

"rambut Dela" kata Sri menebak.

sosok itu mengangguk, "teros" mata Sri terbelalak mendengarnya.

"kamu pikir saya sengaja menipumu kan ? masih belum mengerti juga?"

"Erna" kata Sri,

seketika itu, Dela tertawa, ia tidak pernah melihat suara tertawa semengerikan itu. Sri kmbali ke rumah tanpa Dela, langkah kakinya berat memikirkan kemungkinan yg Sri pikirkan dari tadi, dan saat ia masuk ke rumah, ia bisa melihat genangan darah

Sri mengikuti jejak darah itu, yg berakhir di kamar mereka, disana, ia melihat Dini, menutupi wajah Erna dengan kain "Erna meninggal Sri, dia muntah darah"

Sri bisa melihat wajah Erna, hidung dan bibirnya, bersimbah darah, sama seperti patung yg Erna banting, dimana di bagian kepala si patung. hancur, sekarang ia tahu penyebab sebenarnya santet ini. Sri akhirnya menjelaskan semua kepada Dini, apa yg terjadi kepada Erna, apa yg terjadi kepada Dela, apa yg di sembunyikan orang tua itu, apa yg tidak dikatakan tentang pekerjaan ini.

semuanya, berujung pada pemindahan santet saja, karena mereka yg memiliki garis weton sama Sri mengambil boneka itu, menunjukkanya kepada Dini.

"Boneka ini, media untuk mencelakai Dela, di ikat rambut Dela sejak awal, siapa yg berani membukanya harus siap menerima konsekuensi santetnya si Dela, masalahnya, bila orang biasa yg melakukanya hanya mendatangkan kematian belaka" 

"beda lagi bila yg membuka boneka ini satu garis weton dengan Dela, ya itu kita, bisa membunuh, bisa meringankan beban untuk Dela, aku yakin, bonekanya gak hanya satu, bisa tiga sampai sepuluh, aku tidak tahu. tapi, Erna sudah menjadi korban salah satu bonekanya, tinggal kita"

"bodohnya aku, aku tidak mengerti kalau akhirnya Erna malah membanting bonekanya, yg sudah jadi pengganti penerimaan Santet itu, jadi bila boneka itu ikut rusak, dia juga akan menuntut balas akibat perbuatanya"


Dini yg mendengar itu, hanya diam, wajahnya kebingungan.Malam itu, mereka lalui dengan akhir yg tragis itu.

keesokan harinya, mobil Sugik datang, Sri dan Dini sudah menunggu mereka, mbah Tamin yg pertama keluar, di ikuti Sugik si sopir, ia menggendong Dela di punggungnya, dan tampaknya, mbah Tamin dan Sugik sudah tahu semuanya. yg tidak di ketahui mereka adalah, Erna meninggal.

melihat hal itu, wajah mbah Tamin merah padam, ia tidak berbicara banyak, hanya mengatakan, mereka harus membawa Erna pulang, kematian Erna di luar perkiraan mbah Tamin.

namun, ketika Sri ingin bertanya lebih jauh tentang ini,mbah Tamin menatapnya dingin. "tutup saja mulutmu, dasar bayi, tidak tahu apa-apa, seenaknya sendiri ambil resiko" itu adalah kali terakhir Sri keluar dari hutan itu.

tidak ada percakapan apapun selama di mobil, mereka menuju kediamanya mbah Krasa. Sri dan Dini duduk di luar rumah, di dalam, ia bisa melihat mbah Krasa tampak berbicara serius dengan mbah Tamin, entah apa yg mereka bicarakan, namun Sri tidak tahu lagi harus apa, ia hanya ingin pamit saja, namun, siapkah dia dengan konsekuensi bila ia memilih pamit. seperti halnya dirinya, Dini pun sama, bila pekerjaan dengan gaji besar itu memiliki resiko di luar nalar seperti ini, tidak akan ada orang waras yg mau menerimanya.

setelah menunggu lama, Sri dan Dini di panggil untuk menghadap mbah Krasa.Sri dan Dini melangkag masuk, ia di persilahkan duduk, memandang wanita yg selalu saja membuat Sri merasa segan setiap melihat matanya.

"saya ikut sedih mendengar nasib temanmu. tapi, saya sudah menjamin keluarganya akan dapat semua kewajiban yg memang pantasi dia dapatkan"

"sekarang, katakan, apa yg ingin kamu bicarakan sama saya"

"saya mau mundur" mbah Krasa memandang Sri, cukup lama, ada jeda keheningan diantara mereka.

suasana itu sama sekali tidak mengenakan bagi Sri dan Dini, sebelum, mbah Krasa tersenyum.

"bisa. tapi aku tidak mau menjamin nyawamu ya" Sri dan Dini melihat satu sama lain, mereka tidak mengatakan apapun lagi.

"bagaimana, mundur?" tanya mbah Krasa, matanya mengintimidasi.

"entah mbah" kata Dini dan Sri bersamaan.

mbah Krasa mengangguk puas ."aslinya tidak perlu ada korban, kalau kalian mengikuti apa yg si mbah katakan, cuma butuh nurut saja. apa susahnya dengerin orang tua"

mbah Tamin, menatap Sri. Sri menyimpan sesuatu yg selama ini ia tahu, bahwa dalang di balik semua ini adalah si mbah Tamin sendiri, namun, Sri masih merasa ia tidak memiliki bukti apapun, mata mbah Tamin seperti mengawasinya, tidak memberinya ruang leluasa untuk bicara dengan mbah Krasa secara pribadi. namun entah, bagaimana sekelebat pikiran itu muncul, Sri lantas mengatakan apa yg ia temukan di kamar mbah Tamin, bahkan, Sri menunjukkan boneka yg ia temukan di bawah pohon beringin, sebuah pesan dari cucunya Dela Atmojo.

mendengar itu, mbah Krasa mengerutkan kening. ia, ditambah Krasa memandang mbah Tamin yg sedari diam sembari berdiri, lalu, ia tertawa, cukup membuat Dini dan Sri tersentak, seakan ucapan Sri hanya omong kosong.

lalu, mbah Krasa mengatakanya. "kamu belum cerita-ke anak-anak ini apa yg sebenarnya terjadi?" ucap mbah Krasa tenang,

"sok tau" kata mbah Tamin, beliau, mengambil sesuatu di sakunya, boneka yg sama, termasuk foto keluarga Atmojo, Sri terlihat bingung. apa yg terjadi sebenarnya. "saya ceritakan semuanya, dengarkan, tapi, bila aku sudah cerita, apa yg akan terjadi sama kalian, tidak akan bisa di cabut-lantas, kalian harus nurut ya"

"nurut sampai Dela bisa selamat, atau, nyawa kalian-kalian tidak akan selamat, sama seperti Dela"

Sri dan Dini, masih diam, mendengarkan. "santet seribu hari itu namanya, santet yg bisa membunuh garis keluarga besar melalui sukma anak terakhir/ keturunan terakhir, keluarga Atmojo sebenarnya sudah memiliki musuh dimana-mana, jadi, asal mula semuanya bersal dari sini, saya sudah lengah mengawasi keluarga ini, saya-tidak pernah menduga sebelumnya bila Dela akan menjadi korban Santet model seperti ini, dikarenakan, Santet ini adalah santet untuk para pendosa yg juga akan menghabisi keluarga yg mengirim santet ini"

suara mbah Tamin terdengar keras, menahan dendam kesumat atas insiden ini. "media yg di gunakan santet ini bermacam2, salah satunya, melalui boneka yg diisi rambut-keluarga yg ingin di habisi, nasib Dela sekarang, ada di boneka ini sekarang"

"masalahnya, saya tidak tahu, dimana saja boneka itu di tanam"

"dan ada berapa saya tidak tahu. boneka yg kamu temukan, adalah salah satu dari boneka yg saya temukan di rumah ini. saya sengaja, menanam boneka itu disana, biar nanti, saat waktunya tepat, bisa di gunakan untuk meringankan beban sakit Dela. ingat waktu saya mengingatkan kamu jangan membuka pintu, tapi kamu tidak mendengarkan. sebenarnya, keluarga yg mengirim santet ini, masih mencari dimana keberadaan Dela, itulah alasan kenapa saya menyembunyikanya disana, karena tempat itu, terlalu ramai untuk mencari keberadaan Dela. karena, Dela tidak akan bisa-meninggal bila sang Banarogo, belum bertemu dengan Sengarturih, Dela belum bisa mati, secara otomatis, santet ini belum akan menghabisi keluarga Atmojo"

"siapa sengarturih itu?"

"yang sekarang bisa bangun sewaktu-waktu, bila Dela tidak di ikat tali hitam itu"

"jadi?" tanya Sri.

"tinggal menunggu waktu, datangnya Banarogo buat mencari isterinya-Sengarturih yg ada di tubuh Dela saat ini, bila dia sudah menemukanya, keluarga Atmojo, sudah tamat!!" bagi Sri, apa yg baru saja di ucapkan oleh mbah Tamin persis seperti dongeng untuk anak kecil yg serba ingin tahu sebuah kenyataan dari dunia yg tidak dapat ia lihat, rasa seperti kenapa ada hal-hal yg tidak masuk akal seperti ini, namun, presepsi itu harus ia pertimbangkan lagi.

terutama, saat Sri melihat wajah Dini, ia menampilkan ekspresi ketakutan yg tidak pernah ia saksikan sebelumnya, ibu dari 2 anak.

satu-satunya yg Sri tuakan, meski usia mereka hanya terpaut 2 tahun, Dini memilih menikah muda, hal itu, yg membawanya ke tempat ini. ke tempat dimana, ia, harus meninggalkan 2 anaknya, membantu sang suami guna menutup kebutuhan dari buah kecil cinta mereka, Dini, lebih memilih diam, sembari menutup luka di daun telinganya yg harus ia relakan, di bibir Dela, atau mungkin, Senggarturih.

setelah penjelasan mbah Tamin yg dirasa Sri bahwa ada beberapa kecil bagian yg seakan tidak di ceritakan, membuat Sri merasa, orang tua ini, memiliki tujuan tersendiri, tidak dapat ditebak, tidak dapat diterka, namun, sorot matanya, seakan memberitahu, ada rahasia yg ia tutupi.

"sudah selesaikan penjelasanya nak, kalau sudah, ibu mau pamit, nanti, biar Sugik yg mengantar kamu, ke tempat dimana Dela berada"

mbah Krasa pergi,mbah Tamin pun ikut undur diri, ia mengatakan bahwa setelah ini, apa yg mereka alami di rumah gubuk alas itu, masih belum ada apa-apanya, dengan apa yg akan mereka saksikan dengan mata kepala sendiri, ada kilatan mata dengan sudut bibir melengkung, mbah Tamin, punya rencana lain. 

Sugik belum kembali, kabarnya, ia akan menjemput sore hari, Sri masih belum tahu dimana Dela sekarang berada, yg jelas, Alas itu bukan tempat dimana Dela di sembunyikan lagi, entah tempat seperti apalagi, Sri merasa, ia sedang di persiapkan untuk sesuatu, sesuatu yg lebih besar.

Halaman:

Editor: Yusuf Rafii


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x