Kasus Korupsi Tidak Ada Hukuman Mati, RKUHP Diduga Dukung Maling Uang Rakyat?

20 Juni 2022, 15:46 WIB
Kasus Korupsi Tidak Ada Hukuman Mati, RKUHP Diduga Dukung Maling Uang Rakyat? /kalhh / Pixabay /

PORTAL NGANJUK – Kasus korupsi di Indonesia masih terus terjadi di sebagian wilayah.

Banyak kejadian yang terungkap atas tindak kasus korupsi, saat ini sorotan tertuju kepada rancangan baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(RKUHP) seakan dibuat untuk kepentingan para tikus berdasi.

Baca Juga: Revisi RKUHP: Menghina Presiden Bisa Kena Denda hingga Kurungan Penjara 4,5 Tahun

Terdapat sebuah kejanggalan mengenai kasus korupsi yang tertera di dalam Pasal RKUHP.

Seakan menjelaskan bahwa RKUHP hanya keras kepada rakyat dan terkesan lemah untuk pejabat.

Masyarakat seakan protes mengenai kasus korupsi seakan dilindungi oleh RKUHP.

Jika dihitung, pejabat yang merugikan negara bisa sampai miliaran bahwa triliunan dalam 1 kasus korupsi.

Baca Juga: Prank Akan Dilarang? Rancangan KUHP Ancam Denda Rp10 Juta, Ojol Terlindungi?

Ini menjadi persoalan besar, mengapa kesannya masyarakat melihat bahwa maling uang negara atau uang rakyat masih diberi keringanan hukuman.

Mungkin setiap orang lengah akan aturan yang diberlakukan karena banyak pasal yang telah dibuat DPR.

Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2001 menjelaskan mengenai tindak pidana untuk kasus korupsi.

Dijelaskan bahwa untuk setiap orang yang mementingkan dirinya sendiri dengan merugikan negara, bisa dipidana paling lama 20 tahun dengan denda maksimal 1 miliar.

Baca Juga: Gelandangan Bisa Didenda Rp1 Juta, Netizen: Jangankan Bayar Denda, Masih Bisa Makan Saja Sudah Syukur

Untuk ayat 2 kemudian menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu seseorang yang melakukan korupsi bisa saja dihukum mati.

Berbeda dengan pasal sebelumnya, diketahui ternyata di RKUHP Pasal 604 hukuman mati untuk koruptor telah dihapus.

Ini menjadi kabar menghebohkan untuk masyarakat yang mengerti celah dalam aturan ini.

Seakan para koruptor diberikan celah dan diringankan hukuman yang diterima.

Padahal jika diketahui, yang membuat RKUHP adalah anggota pejabat negara.

Baca Juga: Awas! Hina Pemerintah Kini Diancam Penjara 3 Tahun, Sebar di Sosial Media Hukuman Bertambah Jadi 4 Tahun

Mereka berpotensi untuk melakukan tindakan korupsi.

Jika kondisi seperti itu, akan sangat memudahkan mereka untuk lepas dari hukum.

Masyarakat masih mencari celah lain pada aturan yang segera disahkan.

Kemungkinan dari ratusan pasal yang telah dibuat, ada celah dan ketentuan yang tidak tidak lazim.

Sempat disandingkan dengan aturan mengenai gelandangan yang didenda Rp1 juta.

“Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I” menurut RKUHP.

Denda yang dimaksud sesuai golongan I dalam Pasal 79 RKUHP harus membayar Rp1 juta.

Disini rakyat kecil yang menjadi gelandangan seakan diperas oleh RKUHP.

Sangat berbeda jika dibandingkan dengan pasal yang digunakan untuk para koruptor.

Seharusnya mereka tidak diringankan mengenai hukuman yang diterima, justru perlu adanya penambahan hukuman agar ada efek jera.

Aturan yang dibuat seakan ambigu dan memiliki celah tersendiri untuk kasus korupsi.***

Editor: Alfan Amar Mujab

Tags

Terkini

Terpopuler