PORTAL NGANJUK – Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Musdah Mulia mengatakan bahwa maraknya kampanye ta’aruf dan kampanye anti-pacaran mengakibatkan tingginya kasus perkawinan muda.
"Ada kampanye ta’aruf, kampanye anti pacaran juga. Itu terjadi di mana-mana sehingga perkawinan anak menjadi menyeruak," ujar Musdah ketika memberi paparan materi dalam seminar bertajuk "Pancasila, Perempuan, dan Patriarki" dikutip dari Antara News pada 31 Selasa 31 Mei 2022.
Mengutip dari laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Presiden RI Joko Widodo menargetkan agar Indonesia dapat menurunkan angka perkawinan anak.
Target tersebut adalah dari angka 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada 2024.
Pernyataan dari Presiden RI telah menjadi mandat bagi pemerintah untuk menekan angka perkawinan pada usia dini.
Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara yang menempati posisi tertinggi di Asia Tenggara terkait dengan jumlah perkawinan anak.
"Sejak 2019, Mahkamah Agung menetapkan sebuah putusan bahwa usia minimal menikah itu adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.
Tetapi, karena Undang-Undang Perkawinan itu tidak punya sanksi, jadi setiap orang yang melanggar undang-undang perkawinan itu juga tidak ada masalah," ujarnya.